Oleh: Ahmad Bahauddin. AM
Pegiat Studi Islam dan Peneliti di PP Makrifatul Ilmi
Peristiwa Isra’ Mi’raj disebut sebagai salah satu mukjizat terbesar Nabi Muhammad SAW yang dijadikan tonggak penting dalam perjalanan spiritual dan sejarah Islam. Keajaiban ini menjadi simbol kekuasaan Allah yang tak terbatas dan menunjukkan keistimewaan Nabi sebagai utusan terakhir yang membawa risalah sempurna bagi umat manusia.
Peristiwa agung tersebut dikisahkan dalam kitab Aqidatul Awam, karya Syekh Ahmad al-Marzuqi al-Maliki, yang merangkum inti ajaran akidah Islam dalam bentuk syair yang mudah dipahami. Dalam kitab ini, Isra’ Mi’raj dijelaskan secara ringkas namun sarat makna, sehingga memudahkan para pembelajar untuk memahami pesan spiritual yang terkandung di dalamnya.
Sejak dahulu, kitab Aqidatul Awam telah dijadikan bagian penting dalam tradisi pesantren di Nusantara. Kitab ini digunakan sebagai panduan dalam mempelajari dasar-dasar akidah Islam sekaligus melestarikan tradisi keilmuan yang diwariskan secara turun-temurun. Melalui kajian kitab ini, para santri diajarkan untuk memahami Islam secara mendalam dengan pondasi yang kokoh. Tidak hanya itu, syair-syairnya yang indah dan mudah dihafal menjadikan kitab ini sebagai salah satu rujukan dalam memperkuat keimanan dan kecintaan kepada ajaran Islam.
Isra’: Perjalanan Malam dari Makkah ke Baitul Maqdis
Syair dalam Kitab aqidatul awam menjelaskan bahwa :
وَقَـبْـلَ هِـجْـرَةِ النَّـبِيِّ اْلإِسْرَا # مِـنْ مَـكَّـةٍ لَيْلاً لِقُدْسٍ يُدْرَى
“Dan sebelum Nabi Hijrah (ke Madinah), terjadi peristiwa Isra’. Dari Makkah pada malam hari menuju Baitul Maqdis yang dapat dilihat.”
Isra’ adalah perjalanan luar biasa yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW pada malam hari, di mana beliau diperjalankan oleh Allah SWT dari Masjidil Haram di Makkah menuju Masjidil Aqsa di Baitul Maqdis. Perjalanan ini terjadi pada tahun kesepuluh kenabian, sebelum hijrah ke Madinah, dan merupakan sebuah mukjizat besar yang menunjukkan kekuasaan Allah. Isra’ bukan hanya sekadar perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan spiritual yang mengandung banyak hikmah. Keajaiban ini menegaskan kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan terakhir dan membuka banyak rahasia keagungan Allah SWT yang hanya bisa dipahami oleh umat beriman.
Perjalanan ini melibatkan Buraq, hewan yang Allah ciptakan khusus untuk membawa Nabi dengan kecepatan luar biasa. Pada perjalanan ini, Nabi tidak hanya sampai di Baitul Maqdis, tetapi juga bertemu para nabi terdahulu dan menjadi imam dalam shalat bersama mereka, menandakan kepemimpinannya atas para nabi.
Isra’ juga dapat dilihat sebagai bentuk penghiburan dari Allah SWT atas berbagai cobaan yang telah dihadapi oleh Nabi Muhammad SAW, terutama pada periode yang penuh kesulitan dalam hidup beliau. Di tahun tersebut (‘am al-huzni), Nabi baru saja kehilangan dua orang yang sangat berarti dalam hidupnya: istri tercinta, Khadijah RA, yang selama ini menjadi penopang dakwah dan sumber ketenangan, serta paman beliau Abu Thalib, yang telah melindungi dan membela beliau sejak kecil. Wafatnya kedua orang ini meninggalkan luka yang mendalam bagi Nabi, terutama karena mereka juga merupakan orang-orang yang selama ini melindungi beliau dari ancaman kaum Quraisy.
Dalam konteks inilah, perjalanan Isra’ dianggap sebagai bentuk penghiburan spiritual dari Allah SWT, yang memberikan pengalaman luar biasa sebagai penguat iman Nabi, sekaligus memperlihatkan kepada beliau akan kebesaran-Nya, sebagai persiapan untuk menghadapi tantangan yang lebih besar dalam dakwah Islam.
Mi’raj: Naik ke Langit dan Bertemu Allah SWT
وَبَـعْـدَ إِسْـرَاءٍ عُـرُوْجٌ لِلـسَّمَا # حَتىَّ رَأَى الـنَّـبِـيُّ رَبـًّا كَـلَّمَا
“Setelah Isra’ lalu Mi’raj (naik) ke atas, sehingga Nabi melihat Tuhan yang berkata-kata.”
Setelah melaksanakan perjalanan Isra’ dari Makkah menuju Baitul Maqdis, Nabi Muhammad SAW melanjutkan perjalanan spiritual yang luar biasa dengan dinaikkan ke langit (Mi’raj) menuju Sidratul Muntaha. Nabi Muhammad SAW melewati berbagai lapisan langit dan sampai pada tempat yang sangat tinggi, yang hanya dapat dicapai oleh Nabi Muhammad SAW.
Pada akhirnya, Nabi Muhammad SAW bertemu langsung dengan Allah SWT dalam sebuah pertemuan yang penuh makna dan hikmah. Dalam pertemuan yang sangat agung tersebut, Allah memberikan berbagai perintah dan ketetapan bagi umat Islam, termasuk kewajiban shalat lima waktu yang kemudian menjadi rukun Islam yang penting. Keputusan ini menunjukkan betapa besar kasih sayang Allah kepada umat-Nya, dengan memberikan panduan yang jelas untuk mendekatkan diri kepada-Nya melalui ibadah yang penuh berkah.
Pada puncak Mi’raj, Nabi Muhammad SAW diberi kesempatan untuk melihat Allah SWT, sebuah pengalaman spiritual yang sangat luar biasa. Perjumpaan ini terjadi dalam cara yang hanya diketahui oleh Allah dan Nabi Muhammad SAW, yang melampaui pemahaman dan keterbatasan akal manusia. Tidak ada bentuk atau ruang yang bisa menggambarkan pertemuan tersebut, karena ia terjadi di luar dimensi fisik yang biasa dipahami oleh manusia. Hal ini menunjukkan sifat Tuhan yang Maha Kuasa, yang tidak terikat oleh ruang dan waktu, sebagaimana dijelaskan dalam bait aqidatul awam:
مِنْ غَيْرِ كَيْفٍ وَانْحِصَارٍ وَافْـتَرَضْ
“Tanpa bentuk dan ruang”.
Kewajiban Shalat Lima Waktu
وَبَــلَّـغَ اْلأُمَّــةَ بِـاْلإِسـْرَاءِ # وَفَـرْضِ خَـمْـسَةٍ بِلاَ امْتِرَاءِ
“Dan Nabi menyampaikan kepada umat tentang peristiwa Isra’. Dan kewajiban sholat 5 waktu tanpa keraguan.”
Pada awalnya, Allah SWT mewajibkan umat Islam untuk melaksanakan shalat sebanyak 50 kali sehari semalam. Perintah ini tentu menjadi ujian besar bagi umat manusia, mengingat beban yang berat dan waktu yang terbatas dalam menjalankan kewajiban tersebut.
Namun, Allah SWT sebagai Tuhan yang Maha Pengasih memberikan jalan untuk meringankan beban umat-Nya. Pada peristiwa yang luar biasa ini, Nabi Muhammad SAW yang tengah berada dalam peristiwa Isra’ Mi’raj diberi kesempatan untuk memohon kepada Allah agar jumlah shalat tersebut dapat dikurangi.
Atas saran Nabi Musa AS, yang mengingatkan Nabi Muhammad SAW tentang beban yang akan ditanggung oleh umatnya, Nabi Muhammad SAW kemudian memohon kepada Allah untuk mengurangi kewajiban tersebut. Sebagai hasil dari permohonan tersebut, Allah SWT memutuskan untuk menetapkan shalat 5 waktu sehari semalam sebagai kewajiban yang harus dilaksanakan umat Islam.
Meski jumlahnya hanya 5 waktu, pahalanya setara dengan 50 waktu, sehingga umat Islam tetap mendapatkan ganjaran yang besar atas pelaksanaan shalat yang diwajibkan. Keputusan ini menjadi bukti kasih sayang Allah yang tidak membebani hamba-Nya dengan sesuatu yang melebihi kemampuannya.
Keimanan Abu Bakar Ash-Shiddiq
قَـدْ فَـازَ صِـدِّيْقٌ بِتَـصْدِيْقٍ لَـهُ # وَبِـالْـعُرُوْجِ الصِّدْقُ وَافَى أَهْلَهُ
“Sungguh beruntung sahabat Abu Bakar As-Shiddiq dengan membenarkan peristiwa tersebut, juga peristiwa Mi’raj yang sudah sepantasnya kebenaran itu disandang bagi pelaku Isro’ Mi’raj.”
Ketika peristiwa Isra’ Mi’raj disampaikan kepada umat, sebagian besar orang meragukannya karena dianggap mustahil dan tidak masuk akal. Perjalanan Nabi Muhammad SAW yang melintasi ruang dan waktu dalam semalam serta pertemuannya dengan Allah SWT, memang tampak di luar jangkauan nalar manusia pada saat itu. Banyak yang menganggap bahwa peristiwa tersebut hanya merupakan khayalan atau tidak bisa diterima oleh logika. Bahkan beberapa orang mulai berpaling dan mempertanyakan keabsahan dakwah Nabi Muhammad SAW karena kesulitan menerima kenyataan tentang mukjizat tersebut.
Namun, sahabat Nabi yang paling dekat, Abu Bakar Ash-Shiddiq, tidak terpengaruh oleh keraguan tersebut. Dengan keyakinan yang teguh, ia langsung membenarkan peristiwa Isra’ Mi’raj tanpa sedikit pun merasa ragu. Sikap Abu Bakar ini mencerminkan kedalaman keimanan dan ketulusan hatinya dalam mempercayai setiap wahyu yang datang dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Karena keberaniannya dalam membenarkan kebenaran ini meski banyak yang meragukan, Abu Bakar pun mendapat gelar “Ash-Shiddiq” yang berarti “yang membenarkan” — sebuah penghargaan yang menandakan betapa kuat dan teguhnya iman beliau terhadap ajaran Islam.
Hikmah dari Isra’ Mi’raj
Kisah Isra’ Mi’raj bukan sekadar perjalanan spiritual Nabi Muhammad SAW, namun juga mengandung banyak pelajaran penting bagi umat Islam, di antaranya:
- Keutamaan shalat sebagai ibadah utama yang langsung diperintahkan oleh Allah SWT.
- Keyakinan kepada mukjizat dan kekuasaan Allah yang melampaui nalar manusia.
- Pentingnya membenarkan ajaran Rasulullah SAW sebagaimana diteladankan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Isra’ Mi’raj adalah momentum yang mengajarkan kita untuk tetap teguh dalam keimanan dan mengutamakan shalat sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Semoga kita bisa mengambil hikmah dari peristiwa agung ini. Aamiin.
Wallahu a’lam.