Cahaya di Atas Cahaya: Ilmu sebagai Penerang Kehidupan

Ilustrasi Cahaya
Ilustrasi Cahaya

Cyber Pesantren | Al-Qur’an menggambarkan cahaya sebagai sesuatu yang agung dan melampaui batas fisik. Dalam salah satu ayatnya, disebutkan bahwa Allah adalah Pemberi Cahaya bagi langit, bumi, dan seluruh isinya. Dengan cahaya itulah, segala sesuatu berjalan dengan tertib dan teratur, tanpa penyimpangan dari jalannya yang telah ditetapkan.

Ibarat seseorang yang berjalan di tengah malam yang gelap gulita, cahaya berfungsi seperti lampu senter yang menerangi sekelilingnya. Dengan cahaya, kita dapat melihat arah, menghindari bahaya, dan menemukan jalan menuju tujuan.

Bacaan Lainnya

Cahaya sebagai Simbol Ilmu

Kita sering mendengar pepatah, “Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan.” Lilin adalah simbol cahaya—bisa berupa ide, sikap, atau tindakan yang membawa pencerahan bagi sesama. Daripada hanya mengeluh atau menyalahkan keadaan, lebih baik mencari solusi dan bertindak nyata.

Dalam Islam, cahaya sering dihubungkan dengan ilmu. Mulyadhi Kartanegara, seorang filsuf dan cendekiawan Muslim dari UIN Jakarta, dalam bukunya Menyelami Lubuk Tasawuf (2006), menjelaskan bahwa dalam kehidupan mistik, simbolisme cahaya sangatlah kuat. Dalam tradisi Kejawen, seseorang yang mendapat wangsit sering digambarkan seperti mendapat cahaya dari langit. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah, “Ilmu adalah cahaya.”

Ilmu: Cahaya yang Menyinari Akal

Cahaya memiliki dua sifat utama: bersinar pada dirinya sendiri dan menerangi sekelilingnya. Matahari adalah contoh nyata ia bersinar dengan sendirinya dan membuat dunia terlihat. Begitu pula ilmu, bukan sekadar kumpulan informasi, melainkan sesuatu yang menerangi akal dan membuka pemahaman.

PANDUAN – Bacaan Bilal Shalat Tarawih dan Jawabannya Serta Doa Kamilin

Seseorang yang tidak mengetahui jalan ke suatu tempat akan merasa kebingungan dan bisa tersesat. Namun, dengan peta atau petunjuk dari GPS, perjalanan menjadi lebih jelas dan mudah. Ilmu berperan seperti cahaya menghilangkan kebingungan dan membawa seseorang pada pemahaman yang lebih baik.

Pendekatan Filsafat Islam terhadap Cahaya dan Ilmu

Ibn Sina dalam kitabnya Al-Syifa mengibaratkan akal sebagai cermin. Jika cermin itu bersih, ia akan memantulkan cahaya ilmu dengan jernih. Sementara itu, Imam Al-Ghazali dalam Misykat al-Anwar menyebut bahwa cahaya tertinggi adalah cahaya Tuhan, dan ilmu adalah jalan menuju-Nya.

Panduan Niat Puasa Ramadhan Sebulan Penuh dalam Madzhab Maliki

Oleh karena itu, mencari ilmu berarti mencari cahaya, dan mengamalkannya adalah cara menjadi penerang bagi diri sendiri, orang lain, serta alam semesta.

Menjadi Cahaya di Tengah Kegelapan

Kini kita memahami bahwa ilmu adalah penerang kehidupan. Tidak heran jika orang yang cerdas sering disebut bright (cerah), sedangkan kebodohan diibaratkan sebagai darkness (kegelapan). Kegelapan bisa berupa kebodohan, kesesatan, atau keputusasaan. Oleh sebab itu, ilmu hadir untuk mengusir semua itu.

Jika kegelapan menyelimuti hidup, jangan hanya diam. Nyalakan lilin. Bagikan cahaya. Karena cahaya sekecil apa pun tetap berarti dalam mengusir kegelapan.

Wallahu a’lam.

Loading

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *