Perintahnya “SYIAM” Niatnya “SHAUM” Begini Penjelasannya!

Riza Muzaki
Riza Muzaki

Cyber Pesantren | Al-Qur’an adalah firman Allah Swt. yang bersifat syumul, komprehensif, dan kompleks. Kitab ini mencakup seluruh aspek kehidupan serta berbagai permasalahan yang telah dan akan dihadapi oleh umat manusia di dunia.

Sebagai kitab suci sekaligus mukjizat terbesar yang diturunkan sekitar 14 abad yang lalu kepada Nabi Muhammad Saw., Al-Qur’an tidak hanya membahas akidah dan ibadah, tetapi juga menjelaskan berbagai aspek mu’amalah yang menjadi pedoman bagi kehidupan manusia di dunia. “Al-Qur’an Dustuurun wa Imaamun lana.”

Bacaan Lainnya

Al-Qur’an tidak hanya berisi tuntunan dalam menjalin hubungan vertikal antara manusia dengan Allah Swt., tetapi juga mengatur bagaimana manusia berinteraksi secara horizontal dengan sesama.

Kitab ini memberikan pedoman dalam membangun hubungan sosial yang baik dan interaksi yang positif di tengah masyarakat.

Segala aturan tersebut telah dijelaskan secara lengkap dalam Al-Qur’an. Ia adalah imam dan petunjuk yang membimbing kehidupan manusia hingga akhirat kelak. ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيْهِ ۛ ھُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَ

Salah satu aspek kemukjizatan Al-Qur’an terletak pada keindahan bahasa dan sastranya. Meskipun bukan sekadar karya sastra, Al-Qur’an memiliki nilai estetika yang tidak tertandingi sepanjang sejarah. Setiap kata dan ungkapan yang terkandung di dalamnya dipilih dengan sangat cermat.

Puasa Cuma Nahan Lapar? Kata Rumi, itu Level Hewan!

Perbedaan bentuk kata, meskipun berasal dari akar yang sama, dapat memiliki makna yang berbeda. Inilah salah satu bukti komprehensivitas Al-Qur’an, yang menyampaikan pesan dalam bentuk singkat namun kaya makna. Salah satu contohnya adalah perintah puasa.

Dalam Al-Qur’an, puasa disebut dengan dua lafaz, yaitu “Shaum” dan “Shiyam”. Kedua kata ini memiliki arti dasar yang sama, yakni menahan diri (al-imsak). Abu Hilal Al-Askari dalam kitab Al-Furuq Al-Lughawiyah menjelaskan bahwa setiap perbedaan kata dalam bahasa Arab pasti membawa makna yang berbeda pula. Lantas, apa perbedaan antara “Shaum” dan “Shiyam” dalam Al-Qur’an?

Kata “Shaum” hanya disebutkan satu kali dalam surah Maryam ayat 26:

فَكُلِى وَٱشْرَبِى وَقَرِّى عَيْنًا ۖ فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ ٱلْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِىٓ إِنِّى نَذَرْتُ لِلرَّحْمَٰنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ ٱلْيَوْمَ إِنسِيًّا

Dalam ayat ini, para mufasir mengartikan “shaum” sebagai al-shamt, yaitu diam atau menahan diri dari berbicara. Hal ini ditegaskan oleh kalimat setelahnya: fa lan ukallima al-yauma insiyya (Aku tidak akan berbicara dengan siapa pun hari ini).

Sementara itu, kata “Shiyam” disebutkan sembilan kali dalam tujuh ayat, yakni dalam surah Al-Baqarah ayat 183, 187, dan 196; surah An-Nisa ayat 92; surah Al-Maidah ayat 89 dan 95; serta surah Al-Mujadalah ayat 4. Dalam ayat-ayat tersebut, “shiyam” merujuk pada puasa dalam pengertian fikih, yaitu menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan disertai niat.

Senyum Manis, Aroma Mulut Sadis

Dengan demikian, “Shaum” memiliki makna yang lebih umum, yakni menahan diri dari segala bentuk perkataan dan perbuatan, baik dalam konteks ibadah puasa maupun tidak. Sementara “Shiyam” lebih spesifik dalam konteks syariat, yaitu puasa dalam arti fikih.

Dalam ilmu Sharaf, kedua lafaz ini berasal dari akar kata yang sama, yakni “Shaama-Yashuumu”, yang berarti menahan diri. Namun, “Shiyam” memiliki pola fi’al yang dalam ilmu bahasa Arab mengandung makna mufa’alah, musyarakah, muqawamah, dan mujahadah, yang menunjukkan adanya usaha atau perjuangan dalam menjalankan ibadah puasa. Hal ini tidak terdapat dalam lafaz “Shaum”.

Dalam Lisan al-‘Arab karya Ibnu al-Mandzur, “shaum” diartikan sebagai “tark al-tha’am wa al-syarrab wa al-nikah wa al-kalam” (meninggalkan makan, minum, hubungan suami istri, dan berbicara). Sementara “shiyam” dalam ketujuh ayat yang disebutkan sebelumnya merujuk pada definisi fikih, yaitu “imsak ‘an al-‘akl wa al-syurb wa al-jima’ min thulu’ al-fajr ila ghurub al-syams ma’a al-niyyah” (menahan diri dari makan, minum, dan hubungan suami istri dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat).

Loading

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar