Kisah Sang Kebenaran dan Sang Kebohongan

M. Arif Luthfi
M. Arif Luthfi

Cyber Pesantren | Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sering kali dihadapkan pada pilihan antara kebenaran dan kebohongan. Keduanya memiliki daya tariknya masing-masing, dan sering kali kebohongan lebih mudah diterima dibandingkan kebenaran yang pahit.

Ada sebuah kisah yang disampaikan oleh Kahlil Gibran, seorang penyair Amerika Serikat kelahiran Lebanon, dikisahkan tentang perjumpaan antara Sang Kebenaran dan Sang Kebohongan di sebuah taman dengan sungai yang mengalir jernih, ini merupakan refleksi dari realitas kehidupan di sekeliling kita.

Bacaan Lainnya

Melalui kisah ini, kita dapat memahami bagaimana kebohongan dapat menyamar sebagai kebenaran dan bagaimana kebenaran sering kali ditolak karena kejujurannya yang telanjang (nyata).

Kisah dimulai ketika Sang Kebenaran dan Sang Kebohongan bertemu. Sang Kebohongan memulai percakapan dengan menyebutkan betapa indahnya hari itu, langit cerah, dan udara segar. Sang Kebenaran, yang awalnya ragu, akhirnya mengakui bahwa memang cuaca hari itu sangat indah.

Ini menggambarkan bagaimana kebohongan sering kali memiliki elemen kebenaran di dalamnya, sehingga lebih mudah dipercaya. Manusia cenderung menerima sesuatu yang menyenangkan tanpa mempertanyakan lebih lanjut.

Langkah berikutnya dalam kisah ini memperlihatkan bagaimana kebohongan bisa lebih jauh mempengaruhi kebenaran. Ketika Sang Kebohongan mengajak Sang Kebenaran untuk mandi di sungai, Sang Kebenaran kembali ragu tetapi kemudian menyetujui ajakan tersebut setelah merasakan segarnya air sungai.

Ini mencerminkan bagaimana kebohongan dapat menarik kebenaran ke dalam perangkapnya, perlahan-lahan mengajak kebenaran untuk percaya dan mengikuti langkah-langkahnya. Dalam kehidupan nyata, banyak orang yang awalnya jujur dan tulus akhirnya terjerumus dalam kebohongan karena terbujuk oleh kenyamanan atau keuntungan yang ditawarkan.

Namun, puncak dari kisah ini terjadi ketika Sang Kebohongan keluar dari sungai dan mengenakan pakaian Sang Kebenaran, lalu pergi meninggalkannya dalam keadaan telanjang.

Sang Kebenaran, yang masih di dalam air, terkejut dan marah. Ia berusaha mengejar Sang Kebohongan untuk merebut kembali pakaiannya, tetapi justru mendapat perlakuan yang tidak diduga dari masyarakat. Ketika orang-orang melihatnya telanjang, mereka merasa marah dan jijik.

Mereka menolak keberadaannya tanpa mau mendengar penjelasannya. Ini menggambarkan realitas pahit bahwa masyarakat sering kali menolak kebenaran yang telanjang (nyata), yang mungkin tidak menyenangkan atau bertentangan dengan kenyamanan mereka.

Sebaliknya, Sang Kebohongan yang mengenakan pakaian Sang Kebenaran justru diterima oleh dunia tanpa kecurigaan. Ini menggambarkan bagaimana kebohongan yang dikemas dengan rapi dan terlihat seperti kebenaran lebih mudah diterima oleh masyarakat. Dalam kehidupan nyata, banyak kebohongan yang dikemas dengan sangat baik sehingga tampak seperti kebenaran, dan masyarakat menerimanya tanpa banyak bertanya.

Media, politik, dan bisnis sering kali (tidak semuanya) menggunakan kebohongan yang dikemas dengan baik untuk mempengaruhi opini publik dan mendapatkan keuntungan.

Akhir dari kisah ini adalah tragedi bagi Sang Kebenaran. Karena tidak diterima oleh masyarakat, ia memilih untuk kembali ke sungai dan tidak pernah keluar lagi. Ini menggambarkan bagaimana kebenaran yang tidak dihargai akhirnya menghilang, sementara kebohongan terus berjalan bebas di dunia dengan menyamar sebagai kebenaran.

Dalam kehidupan nyata, kita sering kali melihat bagaimana orang-orang yang berani menyuarakan kebenaran justru dikucilkan, dihina, atau bahkan dihancurkan oleh sistem yang lebih menyukai kebohongan yang nyaman.

Pesan moral dari kisah ini sangat mendalam. Dunia memang dipenuhi dengan kebohongan, dan sering kali kebenaran sulit untuk diterima. Namun, pilihan tetap ada di tangan kita: apakah kita akan terus mempertahankan kebenaran meskipun ditolak, atau kita akan hidup dalam kebohongan yang nyaman?

Meskipun kebenaran sering kali sulit dan menyakitkan, ia tetaplah kebenaran. Menolak kebohongan dan menerima kebenaran membutuhkan keberanian, tetapi itulah yang membedakan orang-orang yang memiliki integritas dari mereka yang hanya mengikuti arus.

Sebagai individu, kita perlu lebih kritis dalam menerima informasi dan lebih berani dalam membela kebenaran. Kita harus sadar bahwa tidak semua yang terlihat benar adalah benar, dan tidak semua yang tidak menyenangkan adalah kebohongan. Dunia mungkin lebih menyukai kebohongan yang berpakaian seperti kebenaran, tetapi pada akhirnya, hanya kebenaran sejati yang akan bertahan. Dengan memahami kisah ini, kita diingatkan untuk selalu berhati-hati dalam membedakan antara kebenaran dan kebohongan serta memilih untuk hidup dengan integritas, meskipun itu berarti harus menghadapi penolakan.

Sebagai kesimpulan, kisah perjumpaan antara Sang Kebenaran dan Sang Kebohongan adalah cerminan dari dunia yang kita tinggali. Kebohongan sering kali lebih mudah diterima karena dikemas dengan rapi, sementara kebenaran yang telanjang sering kali ditolak karena kejujurannya.

Namun, meskipun dunia lebih menyukai kebohongan, kita tetap memiliki pilihan untuk memperjuangkan kebenaran. Keberanian untuk tetap berkata jujur dan menolak kebohongan adalah hal yang perlu kita pertahankan, karena hanya dengan begitu kita dapat menciptakan dunia yang lebih adil dan bermakna. []

|

Artikel ini ditulis oleh: Muhammad Arif Luthfi, M.Pd. Ketua Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Makrifatul Ilmi Bengkulu Selatan

Loading

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *