Cyber Pesantren | Setiap tahun, tanpa perlu melihat kalender atau mendengar pengumuman resmi dari Kementerian Agama, kita sudah tahu Ramadan sebentar lagi tiba. Tanda-tandanya jelas: warung mulai jual kolak, grup WhatsApp mulai ramai bahas jadwal bukber, dan yang paling pasti iklan sirup mulai tayang di televisi.
Entah sudah berapa generasi yang tumbuh dengan momen epik ini, tapi satu hal yang pasti: iklan sirup lebih setia daripada gebetan yang cuma kasih harapan palsu.
Iklan Sirup: Pertanda Ramadan Tiba
Dulu, waktu kecil, kita nggak peduli dengan pengumuman sidang isbat (penetapan awal Ramadhan). Bagi anak-anak, Ramadan nggak resmi dimulai sampai iklan sirup muncul di televisi. Setiap tahun, dengan skenario yang hampir sama, iklan sirup selalu hadir.
Gambarnya selalu adem keluarga besar kumpul, meja penuh takjil, es sirup dituang dalam gelas bening dengan es batu yang berkilauan, lalu ada narasi yang mengharukan. Nonton iklan ini saja sudah bisa bikin haus padahal belum mulai puasa.
Saking kuatnya pengaruh iklan sirup, kita bahkan bisa hafal lagu latarnya. Ada yang lagunya mendayu-dayu, ada juga yang ceria khas suasana lebaran. Tapi intinya sama: bikin kita semakin nggak sabar buka puasa. Bahkan kalau dipikir-pikir, lebih gampang ingat jingle iklan sirup daripada ingat jumlah rakaat saat salat Tarawih.
Konsistensi Brand Sirup: Setia Tanpa Kenal Lelah
Sejak dulu sampai sekarang, iklan sirup tetap hadir setiap Ramadan tanpa absen. Mau dunia lagi krisis ekonomi, pandemi, atau bahkan ada perang dagang internasional, perang Rusia vs. Ukraina, iklan sirup tetap eksis. Sementara kita? Salat Tarawih masih sering bolong, baca Quran masih angot-angotan, dan puasa pun kadang cuma sekadar nahan lapar tapi tetap marah-marah kalau kerjaan lagi numpuk.
Brand sirup nggak pernah lelah mengingatkan kita tentang Ramadan. Coba pikir, apakah ada satu tahun saja di mana iklan sirup tidak tayang? Nggak ada! Bahkan meskipun media berubah dari TV ke YouTube, dari billboard ke Instagram sirup tetap ada. Sedangkan kita?
Dulu rajin Tarawih 20 rakaat, sekarang mulai ngurangin jadi 8 rakaat (nggak apa-apa sih beda mazhab kok), lama-lama skip sekalian. Dulu rajin khatam Quran, sekarang sibuk khatam drama Korea.
Kontras: Iklan Selalu Hadir, Ibadah Kita Bolong-bolong
Coba jujur, iklan sirup mana pernah telat tayang? Selalu on time, konsisten, dan setia. Sementara kita? Salat Subuh kadang kesiangan, Tarawih sering tunda-tunda, dan kalau buka puasa, lebih fokus ke makanan daripada doa. Iklan sirup setia menemani Ramadan kita, tapi kita sendiri sering labil dalam urusan ibadah.
Lebih lucunya lagi, ada yang puasanya full sebulan, tapi yang lebih ditunggu malah THR, bukan Lailatul Qadar. Bahkan ada tipe manusia yang lebih konsisten mikirin menu buka puasa daripada dzikir setelah salat. Pas sahur, sibuk mikirin mau makan apa.
Pas buka, lebih sibuk foto makanan daripada doa berbuka. Habis buka, bukannya salat, malah sibuk rebahan sambil scrolling TikTok. Ehh, ujung-ujungnya ketiduran dan kelewatan Isya.
Coba bayangkan kalau ibadah kita seistiqomah iklan sirup. Bayangkan kalau salat kita selalu tepat waktu, semangat mengaji nggak pernah luntur, dan semangat sedekah terus mengalir.
Sayangnya, yang paling istiqomah justru nafsu kita dalam memilih takjil. Niat awalnya cuma mau beli satu jenis, pulangnya malah bawa lima. “Ujinyo ndalak es campur be, tapi mbeli jugo tebu, es buah, cendol, sampe es krim pulak!” Habis itu, perut kekenyangan, Tarawih pun jadi wacana efek perut gending.
Kesimpulan: Belajar Istiqomah dari Iklan Sirup
Dari iklan sirup, kita belajar banyak hal. Kita belajar bahwa konsistensi itu penting. Kalau sirup bisa selalu hadir tepat waktu setiap tahun tanpa bolong, kenapa ibadah kita masih naik turun? Ramadan itu bukan cuma soal makan enak pas buka, tapi soal membangun kebiasaan baik yang bisa kita bawa setelah bulan suci berakhir.
Jadi, tahun ini, mari kita coba lebih konsisten dalam beribadah. Jangan sampai sirup lebih rajin hadir di Ramadan kita daripada kita sendiri. Karena kalau iklan sirup saja bisa bertahan puluhan tahun tanpa gagal, masa iya kita nggak bisa istiqomah dalam ibadah selama sebulan? []
|
Artikel ini ditulis oleh: Alvera Metasari, M.Pd., Pembina Asrama Putri Pesantren Makrifatul Ilmi Bengkulu Selatan
1 Komentar